Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) bersama Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak menggelar serangkaian acara pada tanggal 28-29 Juni 2019.
Kegiatan yang dipusatkan di Gedung Magister Ilmu Sosial FISIP Untan ini terbagi atas 4 item, yaitu:
- Penandatanganan Piagam Kerja Sama antara AIHII dan FISIP Untan.
- Seminar Perbatasan
- Workshop Kurikulum Prodi HI FISIP Untan
- Workshop Penulisan Artikel Pada Jurnal Ilmiah
- Kunjungan ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas.
Kerja sama antara AIHII dan FISIP Untan ditandai dengan penandatanganan naskah kerja sama antara Dekan FISIP Untas, Dr. H, Martoyo, MA dan Ketua Umum AIHII, Dr. Yusran, M.Si.
Selanjutnya dalam sesi Seminar Perbatasan, hadir sebagai nara sumber masing-masing:
- Dr. Arifi Saiman, Kepala Pusat Asia Pasifik dan Afrika (ASPASAF) Badan Penelitian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
- Hj. Hairiah, SH, MH, Wakil Bupati Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat
- Dra. Baiq L. Wardhani, MA.,Ph.D, Sekretaris Eksekutif Pusat Studi ASEAN Universitas Airlangga, yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Kurikulum dan Pembelajaran AIHII;
- Saiman Pakpahan, M.Si Dosen FISIP Universitas Riau, Ketua Korwil Indonesia Bagian Sumatera AIHII;
- Dr. Elyta, S.Sos, M.Si, Sekretaris PRODI S2 Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura
Seminar yang dimoderatori oleh Adityo Sudagung, M.Ipol ini dihadiri oleh sekitar 300 peserta yang berasal dari kalangan pemangku kepentingan perbatasan serta akademisi dan mahasiswa program studi HI Untas.
Baiq Wardhani memaparkan gagasan terkait upaya untuk menjaga, merawat, dan memperkuat harga diri bangsa melalui Pulau-pulai terdepan. Wilayah perbatasan di pulau-pulau terdepan, kata Wardhani, memiliki beberapa potensi kerawanan yang harus direspon secara kreatif dan sistematis oleh pemerintah Indonesia.
“Pulau-pulau terdepan rawan terhadap invasi negara luar, terutama belum adanya radar yang memantau seluruh pulau terdepan,”.
Baiq Wardhani
Untuk menjawab tantangan tersebut, Wardhani mengusulkan perlunya menerapkan program Pembangunan Pulau Kecil Terluar (PPKT) di 13 pulau, yaitu Sebatik, Miangas, Maratua, Morotai, Wetar, Masela, Kisar, Leti, Selaru, Larat, Alor, Marare, dan Kawi. Visi besarnya adalah membangun Indonesia dari pinggiran harus menjadi komitmen bersama.
Sementara itu, Wakil Bupati Kabupaten Sambas menguraikan strategi percepatan pembangunan wilayah perbatasan di daerahnya. Hj. Hairiah mengakui bahwa pembangunan kawasan perbatasan di daerahnya belum mampu secara optimal berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Sehingga adalah pentingnya untuk menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
“Ini bukan untuk mencari kesalahan, namun upaya untuk mencari solusi melalui strategi pembangunan yang harus dilakukan,” kata Hairiah.
Dari analisis yang dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Sambas, tampak bahwa masalah pembangunan ini memiliki motif ekonomi yang kuat. Sehingga upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan seharusnya memperhatikan pemenuhan kebutuhan ekonomi terlebih dahulu.
Pada bagian lain, Elyta menawarkan suatu model percepatan pembangunan perbatasan melalui gerakan sosial politik. Contoh kasus yang diangkat adalah peranan Asosiasi Pengusaha dan Pedagang Perbatasan Indonesia (AP3I), yang merupakan organisasi sosial non pemerintah di kawasan perbatasan.
“AP3I melakukan gerakan sosial politik karena terdapat struktur yang kondusif, dimana kawasan perbatasan umumnya miskin. Menurut saya, gerakan ini harusnya direspon dengan positif oleh pemerintah, sehingga dapat menghasilkan produk kebijakan yang tepat sasaran dalam membangun daerah perbatasan,” kata Elyta.
Acara seminar yang berlangsung hingga pukul 11.30 WIB ini diisi dengan tanya jawab oleh sejumlah peserta. Seminar ini menghasilkan gagasan untuk menyelenggarakan kegiatan lebih terarah dalam bentuk Focus Group Discussin mengenai persoalan perbatasan, khususnya di wilayah Kalimantan Barat. “Pemerintah Kabupaten Sambas siap memfasilitasi dan berkolaborasi dengan AIHII untuk mewujudkan hal ini,” kata Hj. Hairiah.
Pelatihan Jurnal dan Workshop Kurikulum
Selanjutnya, Pelatihan Penulisan Jurnal Pada Artikel Ilmiah berlangsung pada pukul 13.30, yang disanakan secara paralel dengan Workshop Kurikulum Program Studi Hubungan Internasional FISIP Untan.
Pelatihan jurnal menampilkan nara sumber Ishaq Rahman, Editor in Chief Journal of Society and Governance, yang juga merupakan Koordinator Wilayah Sulawesi, Kalimantan, dan Papua (SKP) AIHII. Dosen HI FISIP Unhas ini memaparkan penggunaan Mendeley sebagai tools untuk memudahkan manajemen referensi dalam penulisan artikel jurnal. Pelatihan ini dipandu oleh Dr. Ira Patriani, M.Si sebagai moderator.
“Ada banyak manfaat Mendeley. Selain membantu peneliti menulis karya ilmiah, tools ini juga dapat mendukung kolaborasi. Yang lebih penting, Mendeley adalah tools yang direcognize oleh Scopus dan ScienceDirect,” kata Ishaq.
Sementara itu, pada sesi Workshop Kurikulum Prodi HI Untan, bertindak sebagai nara sumber adalah Baiq Wardhani dan Dr. Asep Kamaluddin yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat AIHII. Workhsop yang diikuti oleh dosen dan perwakilan mahasiswa ini memetakan struktur kurikulum yang menjadi ciri khas program studi HI.
“Yang paling penting adalah bagaimana setiap prodi HI merumuskan capaian pembelajaran. Dengan rumusan capaian pembelajaran inilah struktur dan konten kurikulum itu diturunkan,” kata Asep Kamaluddin.
Kunjungan ke Perbatasan Indonesia – Malaysia
Sabtu, 29 Juni 2019, rombongan AIHII yang terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Korbid Kurikulum, Korwil Sumatera, dan Korwil SKP mengadakan kunjungan ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk, yang terletak di wilayah Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas. Perjalanan menuju PLBN Aruk ditempuh dengan kendaraan darat selama kurang lebih 7 jam.
Rombongan Pengurus Pusat AIHII sempat berdiskusi dengan beberapa stake-holder di perbatasan, untuk memetakan persoalan aktual yang dihadapi oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat dalam pembangunan wilayah perbatasan. Hasil kunjungan ini dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan Komunitas Epistemik Kajian Perbatasan di AIHII.(*)