Diplomasi Bisnis Jokowi

Oleh : Tirta N. Mursitama, PhD

Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) resmi menjadi nahkoda bangsa Indonesia lima tahun ke depan pada 20 Oktober 2014 lalu. Pelantikan Jokowi-JK menjadi sebuah fenomena tersendiri dalam sejarah Indonesia. Kehadiran para tamu dari negara sahabat yang sebagian hadir dengan sukarela dan sambutan publik domestik yang hangat dan juga secara sukarela menjadi saksi sejarah perjalanan kehidupan demokrasi Indonesia.

Hal tersebut memberikan makna bahwa penerimaan publik (public acceptance) sangat baik. Dunia internasional dan publik domestik menerima dengan baik dan menaruh harapan tinggi kepada pemerintahan Jokowi-JK.

 

Doktrin Jokowi

Kini euforia itu telah usai. Saatnya Jokowi-JK bekerja mewujudkan janji-janji kampanye. Dalam konteks hubungan internasional satu hal yang sangat ditunggu adalah implementasi konsep Poros Maritim Dunia yang dikenal sebagai Doktrin Jokowi. Belum banyak yang paham apa sesungguhnya konsep tersebut dan bagaimana dampak strategis terhadap kehidupan antar bangsa dan dalam negeri.

Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat publik nasional dan internasional paham hakekat doktrin Jokowi. Dari sisi strategis, doktrin Jokowi memiliki dua makna. Pertama, konsep Poros Maritim Dunia berhasil menjadi diskursus publik (public discourse) secara nasional maupun internasional. Tidak hanya di kalangan intelektual saja tetapi para pemimpin dunia dan praktisi bisnis pun membicarakan hal ini secara serius.

Dalam dunia diplomasi bila kita menguasai wacana publik dengan konsep yang jelas, dapat dipahami dan memberikan manfaat di dunia internasional, kita akan memiliki pengaruh yang relatif besar. Dengan demikian, kita bisa menggiring publik untuk mendukung kita.

Kedua, secara domestik doktrin Jokowi ini akan menggerakkan semua potensi bangsa dalam membangun negeri dengan perubahan paradigmatik yang menitikberatkan pada jati diri Indonesia sebagai bangsa maritim. Sebagai negara maritim, aktifitas berkait dengan lautan, selat dan teluk akan dikedepankan. Infrastruktur kelautan dikembangkan, pelabuhan dibangun dan direvitalisasi, pengelolaan potensi laut dilakukan lebih serius hingga penjagaan kawasan perbatasan diperketat.

Selain nilai strategis dan geopolitik, Poros Maritim Dunia ini kental nuansa bisnisnya. Indonesia bertekad memainkan peran lebih asertif dengan menjadi pusat dan penghubung baru (center dan hub) di antara dua samudera Hindia dan Pasifik. Khususnya, penguasaan jalur transportasi laut dan aktifitas ekspor impor yang melibatkan pelabuhan-pelabuhan penting di wilayah ini.

Titik berat Indonesia selama ini yang terlalu ke arah Pasifik akan diimbangi oleh hubungan yang semakin substansial ke arah Hindia. Hal ini mengandung konsekuensi memberikan perhatian lebih besar kepada negara-negara seperti Australia, Selandia Baru, Papua New Guinea, India dan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan dan Barat Daya.

 

Pejambon Strategis

Untuk itu, sekedar konsep yang sophisticated saja tidak lah cukup. Nahkoda yang cakap pun tidak bisa menyelesaikan sendiri. Strategi perlu diwujudkan dalam struktur yang sesuai agar dapat dijalankan. Berkait dengan struktur, publik paling tidak telah mendapatkan sinyal positif dengan perubahan nomenklatur kementerian yang disesuaikan dengan Poros Maritim Dunia.

Namun hal yang tidak kalah penting adalah siapa saja yang dipilih untuk membantu presiden untuk menjalankan doktrin Jokowi ini. Orang-orang pilihan tersebut harus yang benar-benar memahami pemikiran Poros Maritim Dunia ini. Para pembantu presiden tersebut tidak hanya harus bersih dan tidak bermasalah dengan integritasnya sesuai rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Khususnya, pilihan siapa yang menjadi menteri luar negeri dan wakilnya akan sangat menentukan kesuksesan implementasi doktrin Jokowi. Kemampuan mengartikulasikan ide tersebut dengan baik ke internal Pejambon, membangun sinergitas tim yang kokoh, dan melakukan koordinasi yang lancar akan mempermudah diplomasi Indonesia di dunia internasional.

Duet di Pejambon ini akan memastikan apakah segenap jajaran Kementerian Luar Negeri paham dan siap bergerak all out di berbagai meja perundingan, konferensi, seminar, lobbying, hingga pertemuan informal di berbagai tingkatan. Untuk menghindari diplomasi sebagai business as usual maka terlebih dahulu para diplomat Indonesia harus dengan sadar merubah mind set mereka bahwa diplomasi bukan hanya persoalan politik dan strategis.

Dengan Poros Maritim Dunia penekanan diplomasi pada aspek bisnis, merupakan pesan yang jelas disampaikan oleh Presiden Jokowi. Apalagi agenda ekonomi dan bisnis menjadi perhatian utama ke depan yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, APEC, perjanjian perdagangan bilateral, tarik menarik antara RCEP dan TPP hingga G20.

Dengan demikian, Pejambon harus menyiapkan strategi baru untuk melengkapi para diplomatnya dengan kemauan, kemampuan dan keterampilan dalam berbagai aspek bisnis. Misalnya, kemampuan berpikir kreatif, pro aktif dalam menangkap maupun menciptakan peluang, bersikap terbuka, bertindak efisien dan cepat, meninggalkan praktek birokratis tanpa meninggalkan aspek protokoler diplomatik yang penting,   dan kemauan berbaur di berbagai kalangan baik ketika ditugaskan di dalam maupun di luar negeri.

Dalam mewujudkan hal tersebut, Pejambon dapat melibatkan komunitas epistemik hubungan internasional dan kalangan profesional untuk membantu memikirkan revitalisasi Kementerian Luar Negeri secara konkrit. Apalagi, diplomasi bisnis membutuhkan aktor non negara yang aktif khususnya perusahaan multinasional Indonesia yang mampu bersinergi dengan aktor negara di kancah internasional.

Akhirnya, Poros Maritim Dunia membutuhkan Kementerian Luar Negeri yang bernuansa baru yang mampu mengemban diplomasi bisnis di luar negeri secara lebih asertif, menggandeng stakeholder yang luas dan bermanfaat signifikan dalam memperjuangkan kepentingan nasional.

Tirta N. Mursitama, PhD/Ketua Departemen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara. Plt. Ketua Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII)]

Dimuat diharian : KoranSindo, Jumat, 24 Oktober 2014

Foto: kompas

Categories: OpiniTags: