Dosen HI UBL Terbitkan Buku Tentang Syariah dan NKRI

AIHII.or.id – Dr. Fahlesa Munabari, staf pengajar hubungan internasional Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta menerbitkan buku baru berjudul Mendamaikan Syariah dan NKRI: Strategi Mobilisasi dan Retorika Gerakan Islam Revivalis di Indonesia. Buku terbitan RajaGrafindo dan Universitas Budi Luhur Press ini mengulas tentang hasil penelitian penulisnya tentang gerakan Islam transisional dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Buku ini hasil dari penelitian panjang saya yang bermula dari gerakan Islam transnasional, HTI, yang kemudian berkembang ke gerakan revivalis lain di Indonesia seperti FPI, MMI, FUI, dan beberapa yang lain,” kata Fahlesa.

Dosen HI yang pernah menjabat Dekan FISIP Universitas Budi Luhur ini menjelaskan bahwa pada awalnya ia melakukan penelitian tentang fenomena HTI sebagai satu-satunya gerakan Islam transnasional di Indonesia. Organisasi ini memiliki perwakilan di sejumlah negara seperti di Inggris dan negara-negara Eropa, Australia, Malaysia, dan sebagainya.

“Hizbut Tahrir ini berbeda dengan gerakan Ikhwanul Muslimin yang juga merupakan gerakan internasional dengan sejumlah perwakilan di Timur Tengah. HT memang memperjuangan sistem politik transnasional atau yang biasa kita sebut khilafah. Ini satu-satunya gerakan Islam revivalis, yaitu gerakan Islam yang pro syariah dan khilafah, yang dikendalikan oleh pusatnya di Timur Tengah,” kata Fahlesa.

Temuan menarik dalam penelitian Fahlesa adalah untuk level di Indonesia & Asia Tenggara pada umumnya, HT menjadi pelopor transformasi strategi aksi massa, mobilisasi, dan framing gerakan Islam lain seperti Frontt Pembela Islam (FPI). HT juga memelopori berdirinya FUI atau Forum Umat Islam. Bahkan, HT Indonesia juga yang memelopori berdirinya HT di negara tetangga Malaysia.

“Untuk konteks Indonesia, sebelum HTI ini dibubarkan, organisasi inilah yang menjadi motor penggerak aksi-aksi massa aspirasi penegakan syariah & khilafah di Indonesia. FPI dulu tidak mengenal demonstrasi isu penegakan syariah. Tapi semenjak adanya FUI tahun 2005, di bawah pegaruh Muhammad al-Khaththath, FPI menjadi lebih ideologis,” papar Fahlesa.

Dengan kata lain, HT di Indonesia adalah motor penggerak utama aksi-aksi massa pro-syariah & khilafah. Organisasi ini kemudian memisahkan diri dari FUI tahun 2008 karena insiden bentrok di Monas. Meskipun mantan ketuanya, M. Al-Khaththat, tetap di FUI yang terus memobilisasi massa untuk rangkaian aksi-aksi hingga aksi Bela Islam belakangan ini.

“Argumentasi saya,” kata Fahlesa, “HT di Indonesia telah mewariskan tradisi dan kultur aksi yang kuat melalui tokoh-tokoh dan mantan tokohnya, dan berperan penting dalam transformasi ideologi gerakan Islam lainnya”.

Buku menjadi bagian kajian transnasional yang memiliki persentuhan isu dengan kajian dalam Bidang Studi Hubungan Internasional. Jika menggunakan analisis aktor, jelas sekali terlihat bahwa HT dan HTI merupakan bagian aktor transnasional. Dalam konteks gerakan sosial, HTI merupakan satu-satunya di Indonesia yang memiliki jaringan internasional yang kuat, mendapat instruksi rutin dan juga pendanaan dari Timur Tengah.

“Fenomena ini menjadi lebih unik tatkala HT mengambil posisi non-kekerasan dalam setiap aksinya. Meskipun isu yang digaungkan adalah isu pendirian sistem Khilafah yang merupakan anti-tesis dari nation-state. Tradisi, aktor-aktor, dan sepak terjang HTI inilah yang berperan besar dalam meradikalisasi ideologi gerakan Islam revivalis lain di Indonesia, terutama FPI,” tutup Fahlesa.

Dr. Fahlesa Munabari menyelesaikan pendidikan S1 Sosiologi dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2006. Ia menyelesaikan studi master (MA) dari Tokyo University of Foreign Studies dalam bidang International Relations/Global Studies pada tahun 2009. Sementara pendidikan doktoral (Ph.D) ditempuh di The University of New South Wales, Australia pada tahun 2012 – 2016.

Beberapa artikel Fahlesa Munabari dimuat pada jurnal internasional bereputasi. Artikelnya berjudul “The Quest for Sharia in Indonesia: The Mobilization Strategy of the Forum of Islamic Society” dimuat pada Contemporary Islam terbutan Springer, yang terindeks Scopus.(*)

Editor: @thepappito