Akademisi Kaji Kebijakan Luar Negeri Indonesia

Gaya diplomasi luar negeri Presiden Indonesia Joko Widodo yang dianggap oleh sebagian kalangan sangat blak-blakan telah menarik perhatian kalangan akademisi tanah air, khususnya yang berkutat pada program Studi Ilmu Hubungan Internasional.

Suryo Hapsoro, Rektor Universitas Budi Luhur dalam Konvensi Nasional V dengan tema Kebijakan Hubungan Luar Negri Pemerintahan Jokowi: Agenda dan Prioritas, yang diselenggarakan pada 24-28 November 2014, mengatakan keterlibatan akademisi dalam formulasi kebijakan luar negeri pemerintah yang baru sangat terbuka.

“Ruang untuk diskursus dengan keterlibatan akademisi dalam formulasi kebijakan masih sangat terbuka, dan saya yakin konvensi merupakan salah satu media untuk dapat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia,” ujarnya dalam acara tersebut, Rabu (26/11/2014).

Menurutnya, dinamika teoritis maupun konseptual memberikan warna yang beragam dalam memahami studi Hubungan Internasional di Indonesia, salah satunya mengenai politik luar negeri. Kebijakan politik luar negeri suatu bangsa, ujarnya, akan sangat ditentukan oleh kepentingan nasional.

Sementara itu, Yusron Kepala Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Budi Luhur selaku Ketua Panitia Konvensi mengatakan perkembangan studi ilmu HI dapat dimanfaatkan bagi pembangunan negara dan bangsa Indonesia.

“Kajian lengkap, mendalam, dan komprehensif dapat berkontribusi bagi peningkatan studi ilmu HI, khususnya untuk mencari jawaban dan solusi terhadap berbagai hal terkait dengan politik luar negeri Indonesia,” ujarnya.

Dalam hal ini, lanjutnya, kajian yang dilakukan dapat menjadi solusi untuk institusi pemerintah maupun swasta dalam menentukan alternatif kebijakan yang berkaitan dengan kerjasama ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan internasional.

Sementara itu, dalam pembukaan konvensi, Sekretaris Kabinet RI Andi Widjayanto mengatakan suatu bangsa hanya bisa menjadi kekuatan maritim kalau bangsa itu sadar bahwa bangsa itu adalah bangsa maritim. Budaya maritim harus ditonjolkan.

“Kedaulatan pangan kuncinya, bukan di pertanian tetapi di maritim. Pangan berbasis laut berarti sentra kelautan. Konektifitas maritim melalui tol laut. Konektifitas bersifat integratif. Diplomasi maritim Kekuatan laut,” ujarnya.

Poros maritim, lanjutnya, akan sangat terkait dengan pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan, energi, maritim, reformasi birokrasi dan lainnya. Menurutnya, target dalam 6 bulan pertama pemerintahan Presiden Jokowi adalah one stop service kemudian cash management system.

Editor : Ismail Fahmi

sumber: bisnis.com | foto : istimewa